10++ Rumah Budpekerti Bali – Sejarah, Makna, Filosofi, Gambar & Penjelasan


Rumah Adat Bali – Masyarakat Pulau Dewata Bali diketahui selaku salah satu masyarakat yang sungguh menjunjung akhlak istiadat mereka. Tradisi yang kental dengan dogma Hindu menjadikan budaya Bali begitu unik dengan karakteristik tersendiri. Bahkan, bisa dikatakan segala hal yang berhubungan dengan Bali selalu penuh dengan nilai seni.





Mayoritas masyarakat Bali berasal dari etnis setempat, yakni Suku Bali dan Bali Aga. Selebihnya yakni etnis pendatang, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti Suku Jawa, Madura, Melayu, Sasak, Tionghoa, dan lain-lain.





Kesenian tradisional Bali merupakan magnet bagi turis lokal dan luar negeri. Berbagai seni seperti tari, pertunjukkan, lukis, patung dan sebagainya masih bertahan dan berkembang hingga saat ini.





Masyarakat Bali sangat besar hati akan budaya yang menjadi identitas mereka. Salah satu warisan budaya yang sangat menawan yaitu rumah adat Bali.






Sejarah, Makna & Filosofi Rumah Adat Bali





Rumah tradisional Bali hingga kini masih mampu kita temukan di Pulau Bali dan Pulau Lombok. Meski beberapa sudah mengalami penyesuaian, tetapi gaya bangunan tetap berpatokan pada pakem-pakem tertentu sesuai dengan akhlak istiadat.





1. Asta Kosala Kosali





Dalam pembangunan rumah akhlak Bali, masyarakatnya berpedoman pada Asta kosala-kosali. Asta kosala kosali ialah anutan arsitektur tradisional Bali atau bisa disebut fengshui ala Bali.





Asta Kosala Kosali




Isinya yakni pemikiran kepada arsitek yang disebut dengan Undagi, berbentukhal-hal yang jarus dipatuhi Undagi. Terutama ialah ilahi pujaan Undagi adalah Bhatara Wiswakarma. Kemudian juga dibahas secara detil wacana pekerjaan arsitektur, mulai cara mengukur luas bangunan, penyeleksian dan pemasangan bahan bangunan, kekerabatan Undagi dengan pekerjaannya dan Tuhan, sesajen yang dipakai dikala mengupacarai bangunan, hingga mantra apa yang mesti dipakai Undagi.





Astakosala-kosali sudah dikenal dan dipakai sejak masa ke-9. Hal ini berdasarkan Prasasti Bebetin dari tahun 818 Saka atau 896 Masehi. Sangat fantastis bagaimana pemikiran arsitektur ini tetap lestari sampai kini. Apalagi melihat isinya yang sungguh detil. Mulai dari satuan ukuran yang memakai anatomi badan manusia, bukan satuan ukuran internasional, cara memilih tanah, penataan rumah, penentuan pintu masuk, dan lain-lain.





Berpijak pada Astakosala-kosali yang dijunjung tinggi oleh Undagi dan masyarakat Bali kebanyakan, terciptalah berbagai macam rumah etika Bali. Masing-masing mempunyai fungsi dan detil yang indah.





Rumah Adat Bali lazimnya terdiri dari beberapa bangunan yang terpisah-pisah dalam satu area, ada yang terbuka dan ada yang berbentukruangan tertutup.





Asta kosala-kosali memiliki makna dan filosofi yang sungguh penting bagi masyarakat Bali, dimana pembuatannya didasarkan pada beberapa hal yaitu:





  • Hirarki tata nilai atau Tri Rangga
  • Konsep keseimbangan kosmologis atau Tri Hita Karana
  • Orientasi kosmologis atau Sanga Mandala
  • Ruang terbuka atau Natah
  • Kronologis dan prosesi pembangunan
  • Proposional dan skala
  • Kejujuran pemakaian material
  • Kejujuran struktur




2. Angkul-Angkul





Angkul-angkul adalah bangunan yang berfungsi selaku pintu masuk, bentuknya ibarat gapura. Uniknya, meski cuma berupa pintu masuk, namun Angkul-angkul berupa mirip bangunan sendiri.





angkul-angkul




Gapura ini dilengkapi dengan tangga, area mirip teras kecil, pintu, dan dilengkapi dengan atap. Terkadang juga ditambahkan patung di segi kanan dan kiri.





Namun ada pula yang hanya berbentukgapura dengan bentuk artistik mirip candi yang cukup tinggi dan megah. Bagian atasnya ditambahkan atap yang yang dibuat dari genteng tanah liat.





3. Aling-Aling





Setelah melalui Angkul-angkul, maka ada bangunan Aling-aling yang merupakan pembatas antara gapura dan pekarangan. Bangunan ini seperti pos ronda atau balai-balai.









Selain selaku pembatas, Aling-aling juga biasa digunakan pemilik rumah untuk melakukan berbagai acara. Misalnya merencanakan upacara budpekerti, mendapatkan tamu, mengukir patung, melukis, atau untuk sekedar beristirahat.





Aling-aling juga biasa disebut dengan daerah suci. Adanya Aling-aling di bab depan rumah diandalkan bisa menghadirkan energi aktual ke dalam rumah. Dulu, lazimnya Aling-aling dihiasi dengan sulaman atau ulat-ulatan yang terbuat dari daun kelapa yang dijalin, fungsinya untuk mengusir energi negatif.





4. Rumah Adat Pamerajan





Salah satu keunikan dari rumah tradisional Bali ialah adanya pura di dalam rumah. Masyarakat Bali yang lebih banyak didominasi menganut agama Hindu, tidak lupa membangun tempat khusus untuk bersembahyang. Pamerajan lazimnya dibangun di bagian timur laut. Selain dipakai untuk melakukan doa harian, anggota keluarga juga melakukan sembahyang pada hari-hari besar di Pamerajan.





Rumah Adat Pamerajan




Bangunan ini teridiri dari banyak bagian, namun tidak semua bagian harus dibuat. Tergantung dari si pemilik rumah. Bagian yang wajib ada di Pamerajan yaitu Penglurah, Kemulan, Padmasaro, Taksu, Peliangan, dan Piyasan.





5. Rumah Adat Bale Manten





Rumah Bale Mantan sering disebut juga Bale Daja. Bale Manten yaitu rumah utama yang dihuni oleh kepala keluarga dan anak perempuan yang belum mempunyai suami.





Rumah Adat Bale Manten




Ukuran Bale Manten sedang, tidak terlampau besar dan tidak terlampau kecil. Bale Manten pada umumnya dipakai untuk tidur dan bangunan ini menghadap ke utara.





6. Rumah Adat Bale Dauh





Nama lain dari bangunan Bale Dauh adalah Bale Tiang Sanga. Sesuai dengan namanya, Bale Tiang Sanga diresmikan menggunakan 9 tiang penyangga. Bale Dauh difungsikan sebagai daerah untuk menerima tamu.





Rumah Adat Bale Dauh




Bale Dauh dibangun di sebelah barat dari rumah. Bale Dauh berbentuk persegi panjang. Biasanya untuk bangunan ini penduduk Bali menambahkan hiasan berupa gesekan kayu dan beberapa patung yang diletakkan di sudut ruangan.





7. Rumah Adat Bale Sekapat





Struktur bangunan Bale Sekapat cukup sederhana, ialah ruangan terbuka dengan 4 tiang di setiap sudutnya, serta atap yang yang dibuat dari genteng tanah liat ataupun jerami. Bentuknya mirip dengan gazebo di rumah-rumah terbaru. Ada juga yang atapnya dibentuk berupa pelana atau limasan.





Rumah Adat Bale Sekapat




Bale Sekapat biasa dipakai pemilik rumah untuk sekedar berleha-leha atau untuk berkumpul bersama anggota keluarga.





8. Rumah Adat Bale Gede





Ukuran bangunan ini sesuai dengan namanya, Bale Gede atau balai yang berskala besar. Bale Gede nampak cukup glamor bila ketimbang bangunan rumah yang lain.





Rumah Adat Bale Gede




Bangunan ini dipakai untuk upacara adat yang memanggil banyak orang. Para tamu akan dikumpulkan di Bale Gede, umumnya untuk sama-sama aben bermacam-macam jenis sesajen dalam upacara budpekerti.





9. Rumah Adat Paweregan





Bangunan Pawaregan lazimnya didirikan di bab belakang rumah. Fungsinya adalah untuk menyimpan bahan masakan dan juga selaku dapur.





Rumah Adat Pawaregan




Pawaregan lazimnya terbagi menjadi 2 area. Area yang pertama ialah ruangan yang terbuka, difungsikan sebagai dapur. Umumnya terdapat tungku dan kayu bakar. Sementara itu, area yang kedua ialah ruangan tertutup untuk menyimpan banyak sekali perlengkapan memasak dan juga materi masakan.





10. Rumah Adat Jineng





Selain untuk menyimpan bahan makanan, penduduk Bali juga membuat bangunan khusus untuk menyimpan padi atau gabah. Bangunan tersebut dinamakan Jineng atau Klumpu. Ukuran Jineng dibentuk sedang, tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Kira-kira ukurannya sama dengan Bale Sekapat.





Rumah Adat Jineng




Gabah yang belum kering lazimnya akan disimpan di bagian bawah atau kolong. Sementara itu, padi yang sudah kering sempurna disimpan di bagian atas.


Comments