Rumah Adab Aceh – Kitab Etika, Pembagian Ruang, Gambar & Penjelasan
Rumah Adat Aceh – Serambi Mekah yaitu istilah untuk provinsi paling ujung barat Indonesia ini. Sebagai salah satu provinsi dengan kewenangan otonomi khusus, Aceh mempunyai banyak keunikan.
Tradisi Aceh sungguh kental dengan syariat Islam dalam keseharian hingga kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan. Namun meski demikian, Aceh juga tetap melestarikan adat budaya yang diwariskan secara turun-temurun dari leluhur mereka.
Populasi penduduk di Aceh mayoritas adalah warga orisinil Aceh, sebanyak 70,65%. Sisanya yakni kaum pendatang yang berasal dari etnis Jawa, Gayo, Batak, Alas, Simeulue, Aneuk Jamee, Melayu Tamiang, Singkil, Minangkabau, dan Tionghoa Aceh.
Salah satu warisan peninggalan leluhur yang layak dibanggakan dari masyarakat Aceh adalah rumah adatnya. Pemilihan bahan sampai proses pembuatannya melewati proses yang cukup unik. Semuanya dijalankan sesuai dengan tradisi etika sekaligus mendapat imbas dari tradisi Islam.
Rumah Tradisional Aceh
Bangunan budpekerti Aceh dikenal dengan nama Rumoh Aceh. Sama mirip rumah tradisional di Pulau Sumatera yang lain, rumah adab orisinil Suku Aceh memiliki struktur rumah panggung setinggi 2,5 hingga 3 meter dari permukaan tanah.
Salah satu ciri khas utamanya adalah pintu yang cuma setinggi 120 sampai 150 cm. Sehingga untuk melewatinya, orang mesti menundukkan kepala.
Saat ini, Rumoh Aceh sudah kian jarang dipakai selaku daerah tinggal. Masyarakatnya lebih menentukan rumah beton yang lebih modern. Namun Rumoh Aceh masih mampu dijumpai di beberapa perkampungan penduduk.
Jika berkunjung ke Aceh dan ingin melihat langsung seperti apa bentuk Rumoh Aceh, wisatawan mampu mengunjungi Museum Aceh yang berlokasi di Banda Aceh. Satu lokasi lagi yaitu Rumoh Cut Nyak Dhien di Lampisang, Aceh Besar.
Jenis Rumoh Aceh
Terdapat 3 jenis Rumoh Aceh, yaitu Krong Bade, Santeut, dan Rangkang. Masing-masing tipe dan ciri rumah adab Aceh tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Rumah Krong Bade
Krong Bade adalah rumah panggung Aceh dengan tinggi meraih 2,5 hingga 3 meter. Hampir seluruh materi bangunan yang dibuat dari kayu, hanya bab atapnya yang terbuat dari daun rumbia. Di bagian bawah rumah atau kolongnya, lazimnya dipakai untuk menyimpan bahan makanan. Kegiatan para wanita atau ibu rumah tangga seperti menenun juga dilaksanakan di sini.
Untuk masuk ke tempat tinggal, terdapat tangga yang jumlah anak tangganya ganjil. Setelah menaiki tangga, maka lazimnya terdapat lukisan yang digantung di dinding dengan jumlah hanya satu atau beberapa.
Selain sebagai penghias rumah, lukisan ini juga memperlihatkan status sosial dan ekonomi sang pemilik Krong Bade. Jumlah lukisan yang banyak mengambarkan si pemilik ialah orang dari golongan ekonomi tinggi.
2. Rumah Santeut
Rumah akhlak Santeut yang kedua dari Aceh juga disebut Tampong Limong. Bentuk Rumoh Santeut sungguh sederhana, alasannya bangunan ini yakni jenis rumah yang dihuni masyarakat biasa . Tinggi tiap-tiap ruangan dibuat sama atau sekitar 1,5 meter.
Bahan untuk menciptakan Rumoh Santeut lebih sederhana dan murah dibandingkan Krong Bade. Dinding dan atapnya terbuat dari daun rumbia, sedangkan lantainya yang dibuat dari bambu yang dibelah lalu disusun berjajar namun tidak terlampau rapat. Maksud susunan tersebut yaitu supaya sirkulasi udara dari luar ke dalam rumah lebih tanpa gangguan. Sehingga bab dalam rumah lebih sejuk.
Rumoh Santeut lazimnya memiliki bale di depan. Sebab ukuran Rumoh Santeut pada umumnya tidaklah luas. Bagian kolong rumahnya difungsikan sebagai daerah mendapatkan tamu dan tempat menyelenggarakan program tertentu.
3. Rumah Rangkang
Jenis rumah etika selanjutnya bukanlah rumah tingga, melainkan adalah daerah singgah atau beristirahat yang umum digunakan masyarakat Aceh di abad kemudian. Biasanya Rumoh Rangkang digunakan petani untuk beristirahat saat menggarap lahan. Bisa juga digunakan orang yang sedang dalam perjalanan kemudian hendak beristirahat sejenak.
Rumoh Rangkang berbentuk rumah panggung. Rumah ini hanya berisikan satu ruangan. Bahan-bahan yang digunakan untuk menciptakan rumah juga cukup sederhana, ialah kayu yang kualitasnya umumdan juga daun rumbia untuk bab atapnya. Walau sederhana, tetapi Rumoh Rangkang sangat bermanfaat bagi penduduk Aceh untuk sekedar melepas lelah.
Pembuatan Rumoh Aceh Berdasarkan Kitab Adat
Segala sesuatu yang dilaksanakan masyarakat Aceh berlandaskan kitab adab yang disebut sebagai Meukeuta Alam. Pembangunan rumah pun dikelola dalam kitab ini.
Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa dalam mendirikan bangunan apapun, haruslah memakai kain merah dan putih sedikit. Kain merah dan putih ini umumnya diikatkan di atas tiang utama bangunan, yang disebut tamèh raja dan tamèh putroë. Ini berlaku untuk pembangunan rumah, masjid, ataupun balai-balai.
Selain itu, dalam kitab etika Meukeuta Alam juga disebutkan bahwa bagian rumah dan pekarangan Rumoh Aceh akan menjadi milik anak wanita dan ibunya. Jadi, bila kepala keluarga meninggal, rumah akan menjadi milik anak perempuan. Jika tidak mempunyai anak perempuan, maka rumah tersebut akan menjadi milik istri. Menurut etika Aceh, hak milik rumah dan pekarangannya tidak bisa dibelokkan.
Area Rumoh Aceh
Rumoh Aceh terbagi menjadi beberapa ruangan yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri, bagian tersebut adalah:
1. Seulasa
Seulasa yakni bab teras rumah. Letaknya berada di bagian paling depan.
2. Seuramoe-ukeu
Area ini ialah serambi depan yang bersebelahan pribadi dengan Seulasa. Seuramoe-ukeu difungsikan khusus selaku daerah menerima tamu laki-laki.
Ruangan ini juga dipakai untuk menjamu makan tamu laki-laki. Bila tamu hendak menginap, juga bisa memakai serambi depan ini. Adat Aceh yang kental dengan syariat Islami menimbulkan adanya pembagian ruangan untuk laki-laki dan perempuan.
3. Seuramoe-likoot
Rungan ini yakni serambi belakang yang dipakai untuk menerima tamu wanita. Seuramoe-likoot terletak di bab belakang rumah. Untuk menjamu makan tamu wanita juga dikerjakan di ruangan ini. Sama mirip serambi depan, ruangan ini juga sekaligus digunakan sebagai daerah tidur kalau tamu wanita hendak bermalam.
4. Rumoh-Inong
Dalam bahasa Indonesia mempunyai arti rumah induk. Letak Rumoh-Inong yaitu di antara serambi depan dan belakang. Dalam rumah terbaru, mampu dibilang selaku ruang tengah.
Posisi lantai Rumoh-Inong dibuat lebih tinggi. Terbagi menjadi 2 bab, kanan dan kiri, dengan bab tengahnya merupakan jalan atau koridor penghubung antara serambi depan dan belakang.
5. Rumoh-Dapu
Ruangan ini ialah area yang dipakai selaku dapur. Pada biasanya letak Rumoh-Dapu menyambung dengan serambi belakang. Posisi lantai Eumoh-Dapu dibuat sedikit lebih rendah dari serambi belakang.
6. Kroong-padee
Bagian ini adalah lumbung padi yang biasanya letaknya terpisah dari rumah. Kroong-padee biasanya berada di pekarangan rumah dengan pemilihan daerah yang berlawanan-beda, tergantung pada pemilik rumah. Ada yang di bagian depan rumah, samping, atau di belakang rumah.
Masyarakat Aceh di abad kemudian lebih banyak didominasi bekerja selaku petani. Oleh alasannya adalah itu hampir setiap rumah memiliki Kroong-padee.
7. Keupaleh
Keupaleh yakni gerbang yang bahwasanya tidak dimiliki oleh seluruh Rumoh Aceh. Hanya kelompok berada dan tokoh masyarakat saja yang rumahnya dilengkapi dengan Keupaleh. Gerbang rumah umumnya terbuat dari kayu dengan bilik yang memayungi bab atasnya.
Comments
Post a Comment